ya Allah, Kutuklah
Aku, Ya Allah
Kutuklah aku, Ya
Allah, kutuklah aku
Kutuklah aku
menjadi air yang
senantiasa mengalir
Kalaupun milyaran
bebatuan
menghadang
Aku terus mencari
celah untuk terus
mengalir padaMu
Jadikan saja aku
angin, Ya Allah
Agar aku bisa
menyerukan
kebesaranMu ke
berbagai penjuru
Kutuklah aku, Ya
Allah, kutuklah aku
Kutuklah aku
menjadi gunung-
gunung yang
Senantiasa bergerak
selayak awan di
langit
Agar aku dapat
menjelaskan
keagunganMu
Knapa tak kau
jadikan saja aku
tanah
Dimana Rasulmu
pernah menjejakkan
sepasang
Telapak kaki
telanjangnya
Biar kujaga dari
apapun yang kan
menghapusnya
hingga memfosil
Kutuklah aku, Ya
Allah, kutuklah aku
Menjadi matahari
atau rembulan atau
gemintang yang
selalu patuh padaMu
Tanpa syarat, bukan
manusia sepertiku
Yang bersujud saja
kubutuhkan ribuan
alasan
Aku iri Ya Allah, aku
iri kepada tanah,
dedaunan, air, angin,
api
Segala yang kau
ciptakan, sebegitu
khusyuk
mencintaimu – tanpa
syarat
Bukan manusia
sepertiku, yang
bersujud saja
kubutuhkan ribuan
alasan
Ya Allah, kota tua ini
sudah
mengurungku pada
kesibukan
Yang menjelma
klakson-klakson
pada mobil-mobil
Yang berebut jalan
sebelum lampu di
perempatan itu
menyala merah
Seperti penguasa
yang saling berebut
kekuasaan
Gedung-gedung
tinggi tak
memberiku
kesempatan
menemuiMu
Waktu adalah milik
perkantoran swasta,
papan iklan, reklame,
redaktur koran ….
Hingga kulihat
seorang pelacur di
gang sana sedang
mengetuk pintu kaca
Sebuah mobil
berplat merah yang
berparkir di tepi jalan
Kutuklah aku, Ya
Allah, kutuklah aku
Kutuklah aku
menjadi daun
kembang kamboja
Yang tengah luruh di
atas pekuburan
Agar aku dapat
selalu ingat, sebelum
jatuh ke atas tanah
Bahwa segala
kesombongan telah
terbungkam
Di balik nisan yang
terpahatkan
namanya
Kutuklah aku, Ya
Allah, kutuklah aku
Kutuklah aku
menjadi apa saja,
asal jangan menjadi
manusia
Aku, Ya Allah
Kutuklah aku, Ya
Allah, kutuklah aku
Kutuklah aku
menjadi air yang
senantiasa mengalir
Kalaupun milyaran
bebatuan
menghadang
Aku terus mencari
celah untuk terus
mengalir padaMu
Jadikan saja aku
angin, Ya Allah
Agar aku bisa
menyerukan
kebesaranMu ke
berbagai penjuru
Kutuklah aku, Ya
Allah, kutuklah aku
Kutuklah aku
menjadi gunung-
gunung yang
Senantiasa bergerak
selayak awan di
langit
Agar aku dapat
menjelaskan
keagunganMu
Knapa tak kau
jadikan saja aku
tanah
Dimana Rasulmu
pernah menjejakkan
sepasang
Telapak kaki
telanjangnya
Biar kujaga dari
apapun yang kan
menghapusnya
hingga memfosil
Kutuklah aku, Ya
Allah, kutuklah aku
Menjadi matahari
atau rembulan atau
gemintang yang
selalu patuh padaMu
Tanpa syarat, bukan
manusia sepertiku
Yang bersujud saja
kubutuhkan ribuan
alasan
Aku iri Ya Allah, aku
iri kepada tanah,
dedaunan, air, angin,
api
Segala yang kau
ciptakan, sebegitu
khusyuk
mencintaimu – tanpa
syarat
Bukan manusia
sepertiku, yang
bersujud saja
kubutuhkan ribuan
alasan
Ya Allah, kota tua ini
sudah
mengurungku pada
kesibukan
Yang menjelma
klakson-klakson
pada mobil-mobil
Yang berebut jalan
sebelum lampu di
perempatan itu
menyala merah
Seperti penguasa
yang saling berebut
kekuasaan
Gedung-gedung
tinggi tak
memberiku
kesempatan
menemuiMu
Waktu adalah milik
perkantoran swasta,
papan iklan, reklame,
redaktur koran ….
Hingga kulihat
seorang pelacur di
gang sana sedang
mengetuk pintu kaca
Sebuah mobil
berplat merah yang
berparkir di tepi jalan
Kutuklah aku, Ya
Allah, kutuklah aku
Kutuklah aku
menjadi daun
kembang kamboja
Yang tengah luruh di
atas pekuburan
Agar aku dapat
selalu ingat, sebelum
jatuh ke atas tanah
Bahwa segala
kesombongan telah
terbungkam
Di balik nisan yang
terpahatkan
namanya
Kutuklah aku, Ya
Allah, kutuklah aku
Kutuklah aku
menjadi apa saja,
asal jangan menjadi
manusia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar