Selasa, 28 September 2010

Kepadamu Muhammad ibn Abdullah – kekasih Allah,

Kepadamu Muhammad ibn Abdullah – kekasih Allah,

Iijinkanlah daku menuliskan sepucuk surat dari galaunya hati ini. Ijinkanlah daku mengukir kata-kata cinta di tengah compang-campingnya keimanan. Ijinkanlah daku menjadi orang yang Engkau sunggingkan senyum bahagia walau cintaku kepada-Nya tak pernah bertambah.
Entah surat ini akan Engkau baca atau tidak, tapi daku tak akan pernah menyerah menyampaikan rasa cintaku kepada mu. Kiranya dengan surat ini Engkau sudi kiranya mampir menemuiku.

Wahai Rasulullah tercinta, assalamu’alaika warahmatullah wabarakatuh!

Sebelum diriku mulai berbicara, sudah tergambar di fikiran ini. Betapa bahagianya dirimu di sisi Allah. Betapa bertuahnya dirimu menjadi pilihan-Nya. Betapa beruntungnya dirimu ditambatkan menjadi utusan-Nya. Dikaulah penghulu sekalian nabi, pembawa rahmat buat sekalian alam. Oleh karena itu, rasanya tidak pantas daku yang belum apa-apa ini mengganggumu dengan surat ini. Namun, itu tak membuatku menyerah karena begitu banyak yang ingin aku sampaikan padamu. Begitu banyaknya hati ini ingin mencurahkannya kepadamu. Setidaknya membuat daku lega menyampaikan isi hati ini kepada manusia yang paling daku cintai.

Ya Rasulullah… Di kesempatan ini, ingin daku kabarkan kepadamu.

Aku rindu padamu, ya Rasulullah. Aku mendambakan pertemuan dengan dirimu, ya Rasulullah. Walaupun rasanya tidak mungkin karena kita terpisah jarak dan waktu. Namun, setidaknya daku masih memiliki asa untuk bertemu dengan dirimu. Seperti cerita orang-orang yang pernah bertemu dirimu dalam mimpinya maka daku menginginkan hal itu ya Rasulullah.

Penantian bertemu dengan dirimu sudah berlangsung lama. Daku semakin sedih ya Rasulullah. Apakah Engkau tidak membalas rasa cintaku ini atau apa? Daku semakin bingung. Bagaimana daku bisa hidup di dunia yang menipu ini tanpamu ya Rasulullah.

Dunia ini semakin jahiliyah ya Rasulullah. Nilai-nilai kemanusiaan yang dulu Engkau tegakkan mulai memudar. Sering kutemui kesenjangan sosial. Saudara kita yang kaya tidak lagi memperhatikan saudara kita yang miskin. Belas kasihan tercabut dari setiap hati-hati manusia yang sudah membatu. Egoisme diri tumbuh dengan cepat bagai akar yang haus mencari air.

Dunia ini semakin jahiliyah ya Rasulullah. Nilai-nilai kesopanan yang dulu Engkau perjuangkan menguap ke udara. Nilai itu dianggap warisan klasik. Warisan yang tak sesuai zaman yang menghambat majunya peradaban. Adab manusia hanya sebatas teori dan ritual. 

Dunia ini semakin jahiliyah ya Rasulullah. Nilai-nilai persaudaraan yang dulu Engkau tanamkan, kini tercabut hingga ke akar-akarnya. Mekar individualistis yang kini semerbak. Pertumpahan darah saudara tidak sedikitpun mampu mengetuk hati kecil saudara yang lain. Asalkan diri selamat maka persetan dengan yang lain. Berlomba-lomba mencari kepentingan pribadi tanpa mempertimbangkan orang lain.

Ya Rasulullah…

Dalam penantianku, sirahmu menjadi pedoman hidupku. Engkaulah uswah dan qudwahku. Insya Allah, cintaku ini akan terus daku pupuk. Engkau adalah manusia yang aku cintai melebihi siapapun bahkan itu melebihi orangtuaku.

Daku tidak ingin ketika Allah menakdirkan kencan kita, maka Daku belum mengetahui seutuhnya dirimu. Menjadi orang yang Engkau kagumi ketika kita bertemu nanti adalah impianku. Kutelusuri sirrah mu mencoba mencari cahaya semangat juang yang Engkau tinggalkan. Menelaahnya untuk mencoba mendapatkan segenggam ketabahan dalam perjuanganmu.

Ya Rasulullah…

Ketika daku mengetahui bahwa Engkau mencintai orang yang tetap memegang Al-Qur’an dan sunnah mu, maka daku pun berusaha untuk memegangnya. Daku baca, pahami, dan lakukan ya Rasulullah. Daku ingin tunjukkan kepada orang-orang bahwa Engkau mulia dan orang-orang yang mengikutimu adalah orang-orang yang memiliki prinsip dan senantiasa berbuat baik.

Ya Rasulullah…

Ketika daku mengetahui bahwa Engkau mencintai orang yang menjalin silaturrahmi, maka daku pun berusaha untuk menjalinnya. Daku berusaha menjalin ukhuwah kepada saudara-saudara kita. Daku selalu berusaha untuk tidak melukai perasaan saudara kita dan tidak selalu mengutamakan kepentingan pribadi.

Ya Rasulullah…

Ketika daku mengetahui bahwa Engkau mencintai orang yang berjuang di jalan-Nya, maka daku pun mencoba itu ya Rasulullah. Daku selalu berusaha mengajak orang-orang kepada Allah. Walaupun rasanya tidak sebanding dengan apa yang Engkau dapatkan ketika Engkau menyeru kaummu. Tidak pernah daku dapatkan celaan, lemparan batu, kotoran hewan, dan pelepah kurma yang tajam. 

Mungkin karena daku tidak hidup pada zaman sekeras zamanmu, seringkali daku rebah dalam berjuang.. Seringkali diri ini terasa lemah, penat, dan letih. Kaki ini telah gagal untuk terus melangkah. Daku selalu merasa gagal untuk bangun dari kejatuhanku. Andaikan aku tidak mencintaimu maka daku pasti telah berhenti.

Namun, daku coba lagi ya Rasulullah. Daku mengusap butir jernih yang jatuh tanpa henti. Daku titip sisa-sisa semangat yang masih berbaki. Daku rasakan aroma keringat perjuangan yang mulai mengering. Daku akan terus mencoba ya Rasulullah. Andai harta yang jadi taruhan, andai nyawa yang harus dikorbankan, akan daku coba buktikan. Demi meneruskan perjuanganmu, ya Rasulullah.

Ya Rasulullah…

Seringkali daku bertanya pada diri ini. Seringkali daku merasa khawatir pada diri ini. Pada hayatku ini, daku belum sempat bersamamu, ya Rasulullah. Tiap mengawali tidurku daku selalu memohon kepada Allah SWT untuk dipertemukan denganmu sekalipun itu dalam mimpi. Sebenarnya daku ingin selalu berbincang denganmu.

Oleh karena itu, daku selalu mencoba menepati janji-janji ku yang telah tertulis dalam surat ini. Daku takut ketika Engkau bertanya, tapi tak mampu daku jawab. Daku takut ketika Engkau menceritakan perihnya perjuanganmu, tapi daku hanya terdiam karena tak pernah berkorban. Daku takut Engkau menangisi diriku karena tak sesuai harapanmu. Kalau sudah begitu mana mungkin daku mendapatkan cintamu.

\Ya Rasulullah…

Andai Engkau memang tidak ingin bertemu di dalam mimpiku ya Rasulullah. Tidak apa-apa ya Rasulullah. Daku berprasangka baik saja kepadamu ya Rasulullah karena sebenarnya daku sadar. Rasanya tidak pantas daku ini bertemu denganmu. Di awal pembicaraan ini ya Rasulullah, daku juga berfikir apakah pantas daku mengutarakan cintaku kepadamu.

Namun, ya Rasulullah. Daku tak akan pernah menyerah. Asa yang sedikit ini akan daku pupuk. Daku tumbuhkan menjadi sebuah kenyataan. Dengan usaha keras di dalam perjuangan yang Engkau titipkan berpegang kepada Al-Qur’an dan Sunnahmu maka perjumpaan itu daku yakin akan terjadi. Jika tidak di dunia maka daku berharap itu terjadi di akhirat sana.

Daku akan sangat berbahagia ketika Engkau menolongku dari azab yang pedih. Engkau memohon kepada Allah dengan cintamu. Daku akan sangat terharu karena Engkau menolongku karena Engkau mencintaiku. Engkau mencintaiku karena telah menjadi bagian umatmu.

Terakhir kali maafkan daku, ya Rasulullah. Terlalu sedikit hikmah yang dapat daku rangkaikan. Terlalu sedikit penghayatan yang daku renungkan sedangkan perjuanganmu begitu perih dalam menegakkan yang hak dan menghancurkan yang batil. Maafkanlah daku. Di akhir suratku ini sekali lagi ingin daku lafazkan “ Daku merindukanmu, ya Rasulullah!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar