Kekasihku…
Saat ku tulis surat ini,diluar sedang hujan lebat. Sesekali Guntur datang menyambar. Cahaya kilat yang menerobos lewat jendela semakin membuat suasana mencekam. Aku tidak takut dengan hujan lebat itu. Aku hanya khawatir , kalau saja…tiba-tiba kilat itu menyambar tiang-tiang listrik, kemudian membuat listrik mati, lantas aku tidak bisa menyelesaikan mengetik surat ini. Aku tidak mau itu terjadi. Sudah lama sekali aku ingin mencurahkan perasaan ini kepadamu.
Hmm..banyak yang ingin ku tulis. Banyak yang ingin aku ceritakan. Samapi aku tidak tau harus dari mana memulainya…
Kekasih harapanku
Waktu aku menulis surat ini aku sedang tidak enak badan. Kaki ku sakit sekali, yang sebelah kiri. Aku tidak tau penyebab sebenarnya. Apakah karena model sepatu baruku itu yang tidak cocok dengan kakiku, atau karena memang terlalu seringnya mobile dari satu tempat ke tempat lain, dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain, dengan berjalan kaki?
Aku tak menyesal karena orang tuaku tak mengirimkan motor atau mobil agar aku tak berjalan kaki. Aku hanya menyesal ,,, mengapa aku masih suka mengeluhkan kaki yang sakit. Itu tandanya aku tidak ikhlas. Dan itu tandanya, aku belum bisa memegang janji yang telah aku buat. Ya, aku pernah berjanji …, jika aku diterima di universitas yang aku inginkan, aku akan mencintai Allah dengan sepenuh hati, juga mencintaimu.
AKU TAKUT KALAU AKU TIDAK BISA MEMANDANG WAJAH TAMPANMU, TIDAK BISA MENDENGAR MERDU SUARAMU, TIDAK BISA BERADA DI DEKATMU KELAK DI TAMAN-TAMAN SURGA. PADAHAL, ITU HARAPAN TERBESARKU
Kekasihku..
Bukankah cinta itu harus diwujudkan dengan melakukan apa yang engkau contohkan? Engkau tak pernah mengeluh…,secapek apapun, sesakit apapun. Setelah ku telusuri lembar-lembar Sirah Nabawiyah yang membuat episode-episode hidupmu, aku tahu… betapa sakit yang aku rasakan belum apa-apa dibandingkan denganmu.
Harusnya aku tidak mengeluh.., karena aku capek, aku bisa istirahat dikasur yang empuk. Sedangkan engkau, hanya pelepah kurma yang menjadi alas tidur. Tak ada kasur empuk, tak ada bantal.
Aaah…, sudah bukan rahasia lagi bahwa engkau mengalami banyak ujian ketika menyebarkan islam. Keletihan yang teramat sudah menjadi menu sehari-hari. Apa yang aku alami tidak ada apa-apanya dibandingkan denga apa yang engkau alami. Tapi, lagi-lagi, mengapa aku mengeluh..?
Kekasih harapanku..
Disini aku masih menunggu “mobil penjemput” yang akan mengantarkan aku berjumpa denganmu. Aku masih menunggu, sambil mencoba dan terus belajar mencintai dengan sepenuh hati. Aku ingin mencitaimu dengan cinta yang tidak hanya diwujudkan dengan kata.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Saat ku tulis surat ini,diluar sedang hujan lebat. Sesekali Guntur datang menyambar. Cahaya kilat yang menerobos lewat jendela semakin membuat suasana mencekam. Aku tidak takut dengan hujan lebat itu. Aku hanya khawatir , kalau saja…tiba-tiba kilat itu menyambar tiang-tiang listrik, kemudian membuat listrik mati, lantas aku tidak bisa menyelesaikan mengetik surat ini. Aku tidak mau itu terjadi. Sudah lama sekali aku ingin mencurahkan perasaan ini kepadamu.
Hmm..banyak yang ingin ku tulis. Banyak yang ingin aku ceritakan. Samapi aku tidak tau harus dari mana memulainya…
Kekasih harapanku
Waktu aku menulis surat ini aku sedang tidak enak badan. Kaki ku sakit sekali, yang sebelah kiri. Aku tidak tau penyebab sebenarnya. Apakah karena model sepatu baruku itu yang tidak cocok dengan kakiku, atau karena memang terlalu seringnya mobile dari satu tempat ke tempat lain, dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain, dengan berjalan kaki?
Aku tak menyesal karena orang tuaku tak mengirimkan motor atau mobil agar aku tak berjalan kaki. Aku hanya menyesal ,,, mengapa aku masih suka mengeluhkan kaki yang sakit. Itu tandanya aku tidak ikhlas. Dan itu tandanya, aku belum bisa memegang janji yang telah aku buat. Ya, aku pernah berjanji …, jika aku diterima di universitas yang aku inginkan, aku akan mencintai Allah dengan sepenuh hati, juga mencintaimu.
AKU TAKUT KALAU AKU TIDAK BISA MEMANDANG WAJAH TAMPANMU, TIDAK BISA MENDENGAR MERDU SUARAMU, TIDAK BISA BERADA DI DEKATMU KELAK DI TAMAN-TAMAN SURGA. PADAHAL, ITU HARAPAN TERBESARKU
Kekasihku..
Bukankah cinta itu harus diwujudkan dengan melakukan apa yang engkau contohkan? Engkau tak pernah mengeluh…,secapek apapun, sesakit apapun. Setelah ku telusuri lembar-lembar Sirah Nabawiyah yang membuat episode-episode hidupmu, aku tahu… betapa sakit yang aku rasakan belum apa-apa dibandingkan denganmu.
Harusnya aku tidak mengeluh.., karena aku capek, aku bisa istirahat dikasur yang empuk. Sedangkan engkau, hanya pelepah kurma yang menjadi alas tidur. Tak ada kasur empuk, tak ada bantal.
Aaah…, sudah bukan rahasia lagi bahwa engkau mengalami banyak ujian ketika menyebarkan islam. Keletihan yang teramat sudah menjadi menu sehari-hari. Apa yang aku alami tidak ada apa-apanya dibandingkan denga apa yang engkau alami. Tapi, lagi-lagi, mengapa aku mengeluh..?
Kekasih harapanku..
Disini aku masih menunggu “mobil penjemput” yang akan mengantarkan aku berjumpa denganmu. Aku masih menunggu, sambil mencoba dan terus belajar mencintai dengan sepenuh hati. Aku ingin mencitaimu dengan cinta yang tidak hanya diwujudkan dengan kata.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar